Zakat adalah salah satu dari lima
rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Zakat berguna bagi masyarakat untuk
mensucikan harta yang diperolehnya. Zakat juga bisa dikatakan sebagai pajak
yang berkonotasi spiritual. (Gambling and Karim, 1986) Pada konteks ekonomi dan
sosial, zakat dimaksudkan untuk mencapai keadilan sosial. (Sarif and Kamri,
2009) Untuk mengumpulkan dana zakat, infaq dan shadaqah, telah menjamur badan
amil zakat yang bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam menyalurkan dana
zakat, infaq dan shadaqah.
Badan/Lembaga Amil Zakat Infaq dan
Shadaqah (BAZIS/LAZIS) adalah lembaga yang melayani kepentingan publik dalam
menghimpun dan menyalurkan dana zakat, infaq dan shadaqah masyarakat. Sebagai
organisasi terbuka, BAZIS memiliki kepentingan baik sacara internal maupun
eksternal. Hal ini memberikan tanggung jawab kepada BAZIS untuk transparansi
pengelolaan dana kepada semua pihak yang memiliki kepentingan. Dengan adanya
laporan keuangan yang tersusun secara rapi dan terstruktur, maka dapat
meningkatkan kepercayaan dan menjaga amanah masyarakat terhadap BAZIS sebagai
lembaga philanthropy yang akuntabel.
Pengelolaan
dana
zakat secara professional dibutuhkan suatu badan khusus yang bertugas sesuai dengan ketentuan syariah mulai dari perhitungan dan pengumpulan zakat hingga
pentasyarufannya. Ketentuan zakat yang diatur dalam
Islam menuntut pengelolaan zakat (Amil) harus akuntabel dan transparan.
Semua pihak dapat mengawasi
dan
mengkontrol secara
langsung. Ketidakpercayaan donatur (muzaki dan munfiq) disebabkan belum transparansinya laporan penggunaan
dana ZIS yang dikelola Amil kepada masyarakat. Oleh karena itu, aturan pelaporan
penggunaan
dana zakat diperlakukan pada semua Amil di Indonesia. (Istutik, 2013)
Laporan keuangan menjadi salah satu media untuk
pertanggungjawaban operasional
BAZIS, yaitu dalam mengumpulkan dan
menyalurkan dana zakat infak
dan sedekah (ZIS). Laporan keuangan dapat dikatakan akuntabel dan transparan maka dibutuhkan standar akuntansi yang mengaturnya. Hal
ini berbeda dengan entitas syariah, aktivitas
pengumpulan dan penyaluran dana ZIS juga dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsi sosial selain fungsi
komersial, sehingga komponen
laporan keuangan yang dimuat dalam PSAK 101 juga memiliki
laporan sumber dan penggunaan dana ZIS.
BAZIS yang didirikan khusus hanya untuk mengelola dana ZIS,
maka penyusunan laporan keuangannya tidak menganut PSAK 101 tetapi
menggunakan PSAK 109, standar akuntansi yang mengatur
tentang zakat dan infak/sedekah. Tentu hal-hal yang tidak diatur dalam PSAK 109 dapat menggunakan PSAK yang terkait sepanjang tidak bertentangan dengan
syariah Islam. Berikut ini menunjukkan
perbedaan komponen dalam
PSAK 101 dengan PSAK 109.
(Istutik, 2013)
Komponen Laporan Keuangan
|
|
PSAK 101
|
PSAK 109
|
·
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
·
Laporan Laba Rugi
·
Laporan Perubahan Equitas
·
Laporan Arus Kas
·
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
·
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
·
Catatan Atas Laporan Keuangan
|
·
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
·
Laporan
Perubahan Dana
·
Laporan
Perubahan Aset Kelolaan
·
Laporan Arus
Kas
·
Catatan Atas
Laporan Keuangan
|
Menurut
Wibisono yang dikutip oleh Istutik, Laporan keuangan BAZIS
dalam prakteknya tidak seragam karena tidak adanya standar sehingga jika lembaga zakat sama melaporkan
penyaluran zakat, belum tentu
telah mentasyarufkan. Ada kemungkinan BAZIS dianggap
belum
menyalurkan
karena dipergunakan untuk kepentingan publik. Amil sebagai sebuah entitas harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan harus lebih accountable,
transparan dan professional di mata publik. (Istutik, 2013)
B. Permasalahan
Aplikasi PSAK 109 di BAZIS atau LAZIS
Permasalahan
yang umum saat ini adalah BAZIS milik pemerintah daerah maupun BAZIS swasta
masih banyak yang mempublikasikan laporannya hanya dengan dasar penerimaan dan
pengeluaran kemudian dijadikan neraca sehingga muncul saldo. Hal ini seperti
pengakuan akuntansi dengan metode cash basis. (Fathonah, 2013) Dalam
pengakuannya, penerimaan dana zakat hanya mempengaruhi kas padahal penerimaan
tersebut juga mempengaruhi saldo zakat. (Danial, n.d.)
Ada
BAZIS yang melaporkan keuangannya hanya dalam bentuk neraca yang antara dana
zakat, dana infak, dana amil, dan dana non halal dicampur menjadi satu. Hal ini
menjadi sangat sulit untuk audit keuangan. Dana yang bercampur tersebut juga
menyulitkan manajemen untuk melakukan pentasyarufan karena tidak mengetahui
besarnya jumlah dana ZIS dan dana bagian amil. Bahkan jika telah melakukan
tasyaruf, dana itu tidak jelas posisinya yaitu dana zakat atau dana
infak/shadaqah, padahal penggunaan dana zakat, infak/shadaqah memiliki aturan
sendiri dalam syariat Islam.
Permasalahan
lain muncul ketika BAZIS mengkui pos dana zakat, dana infaq/shadaqah dan dana non
halal tetapi tidak mencantumkan pos dana bagian amilnya. (Ipansyah, 2013) Hal
ini akan muncul beberapa pertanyaan untuk BAZIS apakah pengelola zakat memiliki
jiwa yang baik karena haknya pun tidak diambil dan mau semuanya untuk
tasarufkan, ataukah pengelola BAZIS tidak tahu mengenai aturan-aturan
pengelolaan ZIS. Bahkan bisa lebih ekstrim lagi ketika muncul pertanyaan bahwa
semua dana ZIS yang terkumpul hanya ditasarufkan pada Amil karena Amil
merupakan salah satu dari delapan asnaf.
Dari
beberapa permasalahan umum diatas, dapat dikatakan bahwa sebagian BAZIS atau
LAZIS masih banyak yang menggunakan pelaporan keuangan secara sederhana. BAZIS
yang ada sekarang masih menggunakan standar pribadi yang dilakukan oleh manajer
keuangannya atau staf keuangannya sehingga cara pelaporan setiap BAZIS berbeda.
Dapat dikatakan juga bahwa, BAZIS melalui manajer keuangannya belum mengetahui
aturan mengenai pelaporan keuangan yang dipublikasikan. Padahal pasal 19 UU No. 23 Tahun 2011,
menyebutkan bahwa LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS
secara berkala. Hal ini memperlihatkan bahwa sumber
daya manusia yang BAZIS miliki memiliki kelemahan tentang pengetahuan hukum
pengelolaan ZIS dan manajemen pengelolaan ZIS.
Menurut
hasil penelitian M. Sularno, BAZIS milik pemerintah daerah (BAZDA) Daerah
Istimewa Yogyakarta masih mempunyai kendala sumber daya manusia yang merangkap
jabatan sehingga BAZIS ini hanya digunakan sebagai pekerjaan sampingan.
(Sularno, 2010) Mungkin juga, permasalahan seperti ini tidak hanya di
Yogyakarta saja bahkan mungkin di seluruh Indonesia. Hal ini sangat tidak
kondusif bagi pengelola ZIS dalam seluruh hal organisasi baik itu manajerial
maupun laporan keuangan.
C. Solusi
Penerapan PSAK 109
Dari permasalahan
tersebut di atas, ada sejumlah solusi guna mengurangi permasalahan dalam
penerapan PSAK 109, diantaranya:
1. Memperbaiki
niat dan menjaga amanah masyarakat karena dana ZIS itu hanyalah titipan yang
harus ditasyarufkan
2. Memperbaiki
struktur pengurus dan manajemen pengelolaan ZIS, karena masih banyak
pengelolaan ZIS hanya sekedar sampingan
3. Pemaksimalan
Forum Organisasi Zakat (FOZ) yang ada di daerah-daerah untuk bersinergi
sehingga saling bertukar ilmu dan informasi mengenai semuanya, baik dari aturan
dari pemerintah sampai dengan pelaporan terhadap muzaki
4. Adanya
pelatihan penggunaan PSAK 109 yang ditujukan untuk semua manajer keuangan atau
staf keuangan BAZIS sehingga pelaporan keuangan dapat terstruktur dan rapi
serta berakibat pada meningkatnya akuntabilitas BAZIS
5. Bagi
BAZIS yang telah memiliki dana Amil yang cukup disarankan memiliki software
khusus untuk laporan keuangan sehingga memudahkan accounting dalam
pelaporan
D. Penutup
BAZIS bertujuan untuk
mempermudah masyarakat membayarkan kewajibannya berupa dana ZIS. BAZIS
mengelola dana ZIS harus mengedepankan prinsip amanah dan transparan terhadap
masyarakat. Untuk pelaporan keuangan, BAZIS diharapkan menggunakan standar
pelaporan PSAK 109. Namun, pada praktiknya masih banyak permasalahan yang
menghambat penggunaan PSAK 109. Pada
umumnya, BAZIS masih menggunakan metode case basis yang hanya melaporkan
pemasukan dana dan pengeluaran dana. Selain itu, manajemen BAZIS yang belum
maksimal bekerja juga menjadi salah satu faktor penghambat. Untuk itu, adanya
beberapa pembenahan yaitu dengan cara pelatihan dan diskusi bersama sehingga
BAZIS menjadi lembaga yang akuntabel, transparan dan amanah.
Belum ada tanggapan untuk "PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109"
Posting Komentar