PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109


A.  Pendahuluan
Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Zakat berguna bagi masyarakat untuk mensucikan harta yang diperolehnya. Zakat juga bisa dikatakan sebagai pajak yang berkonotasi spiritual. (Gambling and Karim, 1986) Pada konteks ekonomi dan sosial, zakat dimaksudkan untuk mencapai keadilan sosial. (Sarif and Kamri, 2009) Untuk mengumpulkan dana zakat, infaq dan shadaqah, telah menjamur badan amil zakat yang bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam menyalurkan dana zakat, infaq dan shadaqah.
Badan/Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS/LAZIS) adalah lembaga yang melayani kepentingan publik dalam menghimpun dan menyalurkan dana zakat, infaq dan shadaqah masyarakat. Sebagai organisasi terbuka, BAZIS memiliki kepentingan baik sacara internal maupun eksternal. Hal ini memberikan tanggung jawab kepada BAZIS untuk transparansi pengelolaan dana kepada semua pihak yang memiliki kepentingan. Dengan adanya laporan keuangan yang tersusun secara rapi dan terstruktur, maka dapat meningkatkan kepercayaan dan menjaga amanah masyarakat terhadap BAZIS sebagai lembaga philanthropy  yang akuntabel.
Pengelolaan dana zakat secara professional dibutuhkan suatu badan khusus yang bertugas sesuai dengan ketentuan syariah mulai dari perhitungan dan pengumpulan zakat hingga pentasyarufannya. Ketentuan zakat yang diatur dalam Islam menuntut pengelolaan zakat (Amil) harus akuntabel dan transparan. Semua pihak dapat mengawasi dan mengkontrol secara  langsung. Ketidakpercayaan donatur (muzaki dan munfiq) disebabkan belum transparansinya laporan penggunaan dana ZIS yang dikelola Amil kepada masyarakat. Oleh karena itu, aturan pelaporan  penggunaan  dana zakat  diperlakukan  pada semua Amil di Indonesia. (Istutik, 2013)
Laporan keuangan menjadi salah satu media untuk pertanggungjawaban operasional BAZIS, yaitu dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat infak dan sedekah (ZIS). Laporan keuangan dapat dikatakan akuntabel dan transparan maka dibutuhkan standar akuntansi yang mengaturnya. Hal ini berbeda dengan entitas syariah, aktivitas pengumpulan dan penyaluran dana ZIS juga dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsi sosial selain fungsi komersial, sehingga komponen laporan keuangan yang dimuat dalam PSAK 101 juga memiliki laporan sumber dan penggunaan dana ZIS. BAZIS yang didirikan khusus hanya untuk mengelola dana ZIS, maka penyusunan laporan keuangannya tidak menganut PSAK 101 tetapi menggunakan PSAK 109, standar akuntansi yang mengatur tentang zakat dan infak/sedekah. Tentu hal-hal yang tidak diatur dalam PSAK 109 dapat menggunakan PSAK yang terkait sepanjang tidak bertentangan dengan syariah Islam. Berikut ini menunjukkan perbedaan komponen dalam PSAK 101 dengan PSAK 109. (Istutik, 2013)
Komponen Laporan Keuangan
PSAK 101
PSAK 109
·         Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
·         Laporan Laba Rugi
·         Laporan Perubahan Equitas
·         Laporan Arus Kas
·         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
·         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
·         Catatan Atas Laporan Keuangan
·         Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
·         Laporan Perubahan Dana
·         Laporan Perubahan Aset Kelolaan
·         Laporan Arus Kas
·         Catatan Atas Laporan Keuangan

Menurut Wibisono yang dikutip oleh Istutik, Laporan keuangan BAZIS dalam prakteknya tidak seragam karena tidak adanya standar sehingga jika lembaga zakat sama melaporkan penyaluran zakat, belum tentu telah mentasyarufkan. Ada kemungkinan BAZIS dianggap belum menyalurkan karena dipergunakan untuk kepentingan publik. Amil sebagai sebuah entitas harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan harus lebih accountable, transparan dan professional di mata publik. (Istutik, 2013)

B.  Permasalahan Aplikasi PSAK 109 di BAZIS atau LAZIS
Permasalahan yang umum saat ini adalah BAZIS milik pemerintah daerah maupun BAZIS swasta masih banyak yang mempublikasikan laporannya hanya dengan dasar penerimaan dan pengeluaran kemudian dijadikan neraca sehingga muncul saldo. Hal ini seperti pengakuan akuntansi dengan metode cash basis. (Fathonah, 2013) Dalam pengakuannya, penerimaan dana zakat hanya mempengaruhi kas padahal penerimaan tersebut juga mempengaruhi saldo zakat. (Danial, n.d.)
Ada BAZIS yang melaporkan keuangannya hanya dalam bentuk neraca yang antara dana zakat, dana infak, dana amil, dan dana non halal dicampur menjadi satu. Hal ini menjadi sangat sulit untuk audit keuangan. Dana yang bercampur tersebut juga menyulitkan manajemen untuk melakukan pentasyarufan karena tidak mengetahui besarnya jumlah dana ZIS dan dana bagian amil. Bahkan jika telah melakukan tasyaruf, dana itu tidak jelas posisinya yaitu dana zakat atau dana infak/shadaqah, padahal penggunaan dana zakat, infak/shadaqah memiliki aturan sendiri dalam syariat Islam.
Permasalahan lain muncul ketika BAZIS mengkui pos dana zakat, dana infaq/shadaqah dan dana non halal tetapi tidak mencantumkan pos dana bagian amilnya. (Ipansyah, 2013) Hal ini akan muncul beberapa pertanyaan untuk BAZIS apakah pengelola zakat memiliki jiwa yang baik karena haknya pun tidak diambil dan mau semuanya untuk tasarufkan, ataukah pengelola BAZIS tidak tahu mengenai aturan-aturan pengelolaan ZIS. Bahkan bisa lebih ekstrim lagi ketika muncul pertanyaan bahwa semua dana ZIS yang terkumpul hanya ditasarufkan pada Amil karena Amil merupakan salah satu dari delapan asnaf.
Dari beberapa permasalahan umum diatas, dapat dikatakan bahwa sebagian BAZIS atau LAZIS masih banyak yang menggunakan pelaporan keuangan secara sederhana. BAZIS yang ada sekarang masih menggunakan standar pribadi yang dilakukan oleh manajer keuangannya atau staf keuangannya sehingga cara pelaporan setiap BAZIS berbeda. Dapat dikatakan juga bahwa, BAZIS melalui manajer keuangannya belum mengetahui aturan mengenai pelaporan keuangan yang dipublikasikan. Padahal pasal 19 UU No. 23 Tahun 2011, menyebutkan bahwa LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara  berkala. Hal ini memperlihatkan bahwa sumber daya manusia yang BAZIS miliki memiliki kelemahan tentang pengetahuan hukum pengelolaan ZIS dan manajemen pengelolaan ZIS.
Menurut hasil penelitian M. Sularno, BAZIS milik pemerintah daerah (BAZDA) Daerah Istimewa Yogyakarta masih mempunyai kendala sumber daya manusia yang merangkap jabatan sehingga BAZIS ini hanya digunakan sebagai pekerjaan sampingan. (Sularno, 2010) Mungkin juga, permasalahan seperti ini tidak hanya di Yogyakarta saja bahkan mungkin di seluruh Indonesia. Hal ini sangat tidak kondusif bagi pengelola ZIS dalam seluruh hal organisasi baik itu manajerial maupun laporan keuangan.
C.  Solusi Penerapan PSAK 109
Dari permasalahan tersebut di atas, ada sejumlah solusi guna mengurangi permasalahan dalam penerapan PSAK 109, diantaranya:
1.    Memperbaiki niat dan menjaga amanah masyarakat karena dana ZIS itu hanyalah titipan yang harus ditasyarufkan
2.    Memperbaiki struktur pengurus dan manajemen pengelolaan ZIS, karena masih banyak pengelolaan ZIS hanya sekedar sampingan
3.    Pemaksimalan Forum Organisasi Zakat (FOZ) yang ada di daerah-daerah untuk bersinergi sehingga saling bertukar ilmu dan informasi mengenai semuanya, baik dari aturan dari pemerintah sampai dengan pelaporan terhadap muzaki
4.    Adanya pelatihan penggunaan PSAK 109 yang ditujukan untuk semua manajer keuangan atau staf keuangan BAZIS sehingga pelaporan keuangan dapat terstruktur dan rapi serta berakibat pada meningkatnya akuntabilitas BAZIS
5.    Bagi BAZIS yang telah memiliki dana Amil yang cukup disarankan memiliki software khusus untuk laporan keuangan sehingga memudahkan accounting dalam pelaporan

D.  Penutup
BAZIS bertujuan untuk mempermudah masyarakat membayarkan kewajibannya berupa dana ZIS. BAZIS mengelola dana ZIS harus mengedepankan prinsip amanah dan transparan terhadap masyarakat. Untuk pelaporan keuangan, BAZIS diharapkan menggunakan standar pelaporan PSAK 109. Namun, pada praktiknya masih banyak permasalahan yang menghambat penggunaan PSAK 109. Pada umumnya, BAZIS masih menggunakan metode case basis yang hanya melaporkan pemasukan dana dan pengeluaran dana. Selain itu, manajemen BAZIS yang belum maksimal bekerja juga menjadi salah satu faktor penghambat. Untuk itu, adanya beberapa pembenahan yaitu dengan cara pelatihan dan diskusi bersama sehingga BAZIS menjadi lembaga yang akuntabel, transparan dan amanah.


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109"

Posting Komentar