Risiko Operasional Perbankan



Bank Syariah saat menjalankan operasionalnya pasti memiliki risiko yang dapat menghambat kerja bank. Risiko yang dihadapi oleh bank adalah beragam, mulai dari risiko pasar, risiko suku bunga, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional dan risiko hukum.

Risiko tidak selalu dihindari, akan tetapi risiko harus dihadapi dan dikelola dengan baik. Untuk mengelola risiko banyak penelitian dan teori yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi, mengukur maupun mengendalikan risiko yang timbul sehingga risiko-risiko yang ada dapat diminimalkan bahkan dapat dihindari. di bawah ini terdapat beberapa risiko perbankan: (menurut Anual Report Bank Ekonomi Rahaja, 2012)

1. Risiko kredit merupakan risiko yang timbul karena kegagalan debitur atau pihak lawan (counterparty) dalam memenuhi kewajibannya kepada Bank. Risiko kredit meliputi risiko akibat kegagalan debitur, risiko akibat kegagalan pihak lawan, dan risiko akibat kegagalan penyelesaian (Settlement Risk) (Annual Report Bank Ekonomi Raharja, 2012).

2. Risiko pasar merupakan risiko yang disebabkan oleh pergerakan variabel-variabel di pasar, yaitu suku bunga dan nilai tukar mata uang yang mempengaruhi portofolio Bank. Bank mengukur risiko potensi kerugian yang dapat dihasilkan dari kemungkinan terjadinya pergerakan yang kurang menguntungkan dari fluktuasi suku bunga dan nilai tukar mata uang dengan menggunakan metode Value at Risk (VaR). Bank juga melakukan stress test risiko pasar, pengendalian dan pengawasan utilisasi batas risiko pasar secara harian dan posisi devisa neto setiap 30 menit sesuai dengan peraturan Bank Indonesia (Annual Report Bank Ekonomi Raharja, 2012)

3. Risiko operasional merupakan kategori risiko yang sangat penting, mengingat model bisnis dan produk serta layanan perbankan Bank yang kini terus tumbuh menjadi lebih kompleks dan beragam. Risiko atas kesalahan manusia, kegagalan teknologi informasi dan proses dalam operasional sehari-hari maupun penipuan dan tindakan ilegal harus diminimalisasi untuk menjaga tetap berlangsungnya kegiatan operasional. Oleh karena itu, Bank menggunakan suatu sistem yang terdiri dari Risk Control Self Assessment, Key Risk Indicator dan Loss Event Database untuk mendeteksi risiko operasional sedini mungkin (Annual Report Bank Ekonomi Raharja, 2012).

4. Risiko likuiditas merupakan risiko yang mungkin dihadapi Bank karena tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan, investor, dan kreditur, yang disebabkan oleh keterbatasan pendanaan atau ketidakmampuan Bank untuk melikuidasi aset pada harga wajar. Untuk mengelola likuiditasnya, selain menjaga Giro Wajib Minimum (GWM) primer, Bank juga menjaga GWM sekunder dan membuat proyeksi arus kas yang terinci, menggunakan beberapa skenario dengan basis harian, mingguan maupun bulanan. Bank secara berkala juga melakukan stress test terhadap kondisi likuiditas dengan menggunakan asumsi skenario yang mungkin terjadi pada sistem Perbankan Indonesia (Annual Report Bank Ekonomi Raharja, 2012).

5. Risiko stratejik dapat disebabkan oleh perubahan dramatis di lingkungan eksternal yang tidak dapat diakomodasi ataupun diantisipasi oleh Bank dengan strategi dan kebijakan yang telah ada. Untuk menangani risiko ini, Bank berupaya untuk merumuskan strategi dan anggaran jangka pendek, menengah, dan panjang, dengan mempertimbangkan berbagai model dan skenario keuangan yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari (Annual Report Bank Ekonomi Raharja, 2012)

6. Risiko reputasi terkait dengan kebijakan, prosedur, dan tindakan Bank yang dapat merusak kepercayaan dan keyakinan dari para pemangku kepentingan Bank. Untuk menangani risiko ini, Bank mempergunakan sistem komunikasi bankwide untuk menjaga komunikasi yang baik dalam lingkup internal dan eksternal. Keluhan ditangani dengan segera dan disampaikan ke bagian yang berwenang untuk segera ditangani dan menyediakan solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas layanan (Annual Report Bank Ekonomi Raharja, 2012)


Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "Risiko Operasional Perbankan"