Pegadaian Syariah |
Awalnya gadai atau Pawn Shop adalah lembaga keuangan yang meminjamkan uang dengan sistem gadai. Lembaga tersebut berkembang di Italia kemudian menyebar ke suluruh Eropa termasuk juga Belanda. Ketika Belanda (VOC) datang ke Indonesia, pegadaian dimulai dengan mendirikan Bank van Leening yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai. Lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746. Pada awal abad ke-20an pemerintah Belanda berusaha untuk memonopoli kegiatan tersebut dengan cara mengeluarkan staatsblad no. 131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti dengan pendirian rumah gadai resmi milik pemerintah dan statusnya diubah menjadi Dinas Pegadaian sejak berlakunya staatsblad no. 226 tahun 1960.
Pada tanggal 1 Januari 1961 pegadaian sudah berubah menjadi Perusahaan Negara (PN). Kemudian, Pegadaian berubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1969. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (Perum). Kemudian pada tahun 2011, perubahan status kembali terjadi yakni dari Perum menjadi Perseroan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2011 yang ditandatangani pada 13 Desember 2011. Namun, perubahan tersebut efektif setelah anggaran dasar diserahkan ke pejabat berwenang yaitu pada 1 April 2012.
Pegadaian syariah mulai dirintis seiring perkembangan dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Pemerintah telah member peluang berdirinya lembaga keuangan syariah yang beroperasi berdasarkan bagi hasil. Keadaan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh cendekiawan Islam untuk mendirikan lembaga keuangan Islam yang ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 dan disusul dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Baitul maal wa tamwil, dan asuransi syariah .
Pada tahun 2000, Perum Pegadaian mengadakan studi banding ke Malaysia guna melihat operasonal kerja pegadaia disana yang telah lama beroperasi. Setelah itu, Perum Pegadaian menindaklanjutinya dengan bekerjasama dengan Bank Muamalat Indonesia tentang gadai syariah. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian kerjasama yang disepakati pada tanggal 20 Desember 2002 dengan nomor surat perjanjian 446/SP300.233/2002 dan 015/BMI/PKS/XII/2002. Selanjutnya, Pegadaian syariah telah resmi menjadi perusahaan mandiri pada tahun 2003.
Kata gadai atau rahn menurut bahasa artinya tetap, sedangkan menurut syara’ rahn adalah menjadikan barang yang sebangsa uang sebagai jaminan hutang, dimana akan terbayarkan dari padanya jika terpaksa tidak dapat melunasi hutang tersebut. Menurut Zainuddin Ali, seperti yang dikutip oleh Mardani, secara terminologis rahn adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atau utang piutang yang diperoleh dari kantor pegadian syariah (murtahin) .
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, disebutkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, disebutkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan gadai adalah suatu aktivitas transaksi utang piutang dimana ada jaminan berupa harta yang secara syar’i diperbolehkan dalam Islam, jaminan tersebut dapat diambil ketika peminjam dana dapat melunasi semua utang tersebut tetapi ketika peminjam tidak dapat melunasinya maka harta jaminan tersebut secara sah adalah milik pemilik dana.
Landasan hukum dari gadai atau rahn adalah seperti yang dikatakan Asy Syafi’I, Allah tidak menjadikan hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah terima. Jika kriteria tidak berbeda, maka wajib tidak ada keputusan. Mazhab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad orang yang menggadaikan dipaksa untuk menyerahkan jaminan (borg) untuk dipegang oleh yang memegang gadai (murtahin). Jika borg sudah berada di tangan pemegang gadai, orang yang menggadaikan mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan pendapat Imam Asy Syafi’I yang mengatakan bahwa hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/membahayakan pemegang gadaian. Dari pendapat para imam mazhab, kemudian diperkuat lagi dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan.
Menurut Fatwa DSN-MUI No.25/DDSN-MUI/III/2002 gadai syariah harus memenuhi ketentuan umum berikut:
- Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua hutang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
- Marhun dan mafaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seijin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar mengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
- Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
- Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
- Penjualan marhun:
- Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya.
- Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai dengan syariah.
- Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
- Kelebihan hasil penjualan manjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
Akad rahn akan berakhir bila terpenuhi beberapa hal, yaitu barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya, rahin membayar utangnya, barang gadai dijual dengan perintah hakim atas permintaan murtahin, pembebasan utang dengan cara apapun, meski dengan pemindahan oleh murtahin, pembatalan oleh murtahin, meskipun tidak ada persetujuan dari rahin, rusaknya barang rahn bukan tindakan/penggunaan murtahin dan memanfaatkan barang rahn sebagai penyewa, hibah, atau shadaqah baik dari pihak rahin mapun murtahin.
Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
- Nasabah (rahin) menjaminkan barang kepada pegadaian syariah (murtahin) untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan biaya.
- Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai beberapa hal, seperti kesepakatan biaya administrasi, tarif jasa simpanan, pelunasan dll.
- Pegadaian syariah menerima biaya-biaya administrasi dibayarkan diawal transaksi, sedangkan untuk jasa simpanan disaat pelunasan utang.
- Nasabah melunasi barang yang akan digadaikan menurut akad, pelunasan penuh, ulang gadai, angsuran, atau tebusan
Pegadaian Syariah
|
Pegadaian Konvensional
|
Biaya
administrasi menurut ketetapan berdasarkan golongan barang
|
Biaya
administrasi menurut prosentase berdasarkan golongan barang
|
1
hari dihitung 5 hari
|
1
hari dihitung 15 hari
|
Jasa
simpanan berdasarkan taksiran
|
Sewa
modal berdasarkan uang pinjaman
|
Bila
lama pengembalian pinjaman lebih akad maka barang gadai nasabahdijual kepada
masyarakat
|
Bila
lama pengembalian pinjaman lebih dari perjanjian barang gadai dilelang kepada
masyarakat
|
Uang
pinjaman (UP) gol A 90% dari taksiran.
Uang
pinjaman (UP) gol BCD 90% dari taksiran
|
Uang
pinjaman (UP) gol A 92% dari taksiran.
Uang
pinjaman (UP) gol BCD 88% dari taksiran
|
Penggolongan
nasabah D-K-M-I-L
|
Penggolongan
nasabah P-N-I-D-L
|
Jasaa
simpanan dihitung dengan konstata x taksiran
|
Sewa
modal dihitung dengan
Prosentase
x uang pinjaman (UP)
|
Maksimal
jangka waktu 3 bulan
|
Maksimal
jangka waktu 4 bulan
|
Uang
kelebihan(UK) = hasil penjualan – (uang pinjaman+jasa penitipan+biaya
penjualan)
|
Uang
kelebihan = hasil lelang – (uang pinjaman + sewa modal + biaya lelang)
|
Bila
dalam satu tahun uang kelebihan tidak diambil diserahkan kepada lembaga ZIS
|
Bila
dalam satu tahun uang kelebihan tidak diambil maka uang kelebihan tersebut
menjadi milik pegadaian
|
Pada hal teknis pelaksanaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional memiliki beberapa persaaan dan perbedaan. Perbedaan yang paling mencolok adalah dalam pengenaan biaya. Pegadaian konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga dan sifatnya berlipat ganda, sedangkan pegadaian syariah memungut biaya berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Dapat disimpulkan bahwa biaya gadai syariah lebih kecil dari pada gadai konvensional
CASINO | Casinos - GoyangFC.com
BalasHapusCASINO. CASINO. CASINO. CASINO. Goyang. Casino. 윈윈 벳 먹튀 Welcome 999betasia to the best 카드 게임 종류 Casino Gaming and 토토 사이트 신고 Gambling site on 한게임 바카라 GoyangFC.