Hai pembaca yang selalu limpahi rezeki dan rahmat dari Allah, pada artikel ini saya akan memberikan sudut pandang lain dari akad yang biasa dilakukan pada transaksi ekonomi Islam yaitu murabahah. Lebih jelasnya, silahkan baca dibawah ini
A. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam fiqh Islam (hukum Islam). Hal ini mengacu pada jenis tertentu dari penjualan tidak ada hubungannya dengan pembiayaan, dalam arti aslinya. Jika penjual setuju dengan pembeli untuk memberikan komoditas tertentu dengan keuntungan tertentu yang ditambahkan ke harga beli itu disebut transaksi Murabahah. Dasar transaksi Murabahah adalah bahwa penjual mengungkapkan biaya yang sebenarnya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh barang kemudian menambahkan sejumlah keuntungan. Laba ini mungkin dalam bentuk lump sum atau mungkin didasarkan pada persentase.
Menurut Antonio, Seperti yang dikutip Rahmawati, Salah satu skim fiqh yang paling populer diterapkan oleh perbankan syari’ah adalah skim jual beli murabahah. Murabahah dalam perbankan syari’ah didefinisikan sebagai jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli barang antara bank dan nasabah dengan cara pembayaran angsuran. Dalam perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up atau margin keuntungan. Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit.
B. Perbedaan dengan Murabahah dengan Musawamah
Musawama adalah jenis umum jual beli di mana harga barang yang akan diperdagangkan ditetapkan antara penjual dan pembeli tanpa mengacu pada harga yang harus dibayar atau biaya yang dikeluarkan oleh penjual. Jadi berbeda dengan Murabahah sehubungan dengan formula harga. Tidak seperti Murabahah, penjual dalam akad Musawamah tidak berkewajiban untuk mengungkapkan biaya yang telah dikeluarkan. Semua kondisi lain yang relevan dengan murabahah berlaku untuk musawamah. Musawamah bisa menjadi paling disukai karena penjual tidak dalam posisi untuk memastikan secara tepat biaya barang yang akan diperjualbelikan.
C. Hukum Akad Murabahah
Transaksi Murabahah tradisional di buku fiqh Islami yang sah adalah bahwa bank pertama mengakuisisi aset untuk dijual kembali ditambah dengan keuntungan, sehingga aset yang dijual untuk uang dan jual beli tersebut bukanlah pertukaran hanya uang untuk uang. Dalam prosesnya, bank mengasumsikan risiko tertentu antara pembelian dan penjualan kembali: misalnya, tiba-tiba klien menolak untuk menerima barang dengan harga yang telah disepakati. Artinya, bank bertanggung jawab untuk menjamin barang tersebut sebelum dikirim ke klien. Layanan yang diberikan oleh bank syariah karena itu dianggap sebagai pembeda dari bank konvensional, yang hanya meminjamkan uang kepada klien untuk membeli barang.
Murabahah dalam istilah fikih klasik merupakan suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang (al-tsaman al-awwal) dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Biaya perolehan barang bisa meliputi harga barang dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Sedangkan tingkat keuntungan bisa berbetuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran oleh pembeli bisa dilakukan secara tunai (naqdan) atau bisa dilakukan di kemudian hari dalam bentuk angsuran (taqshîth) atau dalam bentuk sekaligus (lump sum/ mu‘ajjal) sesuai kesepakatan para pihak yang melakukan akad (al-‘âqidain).
Murabahah masuk kategori jual beli muthlaq dan jual beli amânat. Ia disebut jual beli muthlaq karena obyek akadnya adalah barang (ain) dan uang (dain). Sedangkan ia termasuk kategori jual beli amânat karena dalam proses transaksinya penjual diharuskan dengan jujur menyampaikan harga perolehan (al-tsaman al-awwal) dan keuntungan yang diambil ketika akad.
Dalam cahaya prinsip-prinsip tersebut, Usmani seperti yang dikutip oleh Kettel, menetapkan tahapan dan prinsip-prinsip bahwa lembaga keuangan harus menerapkan Murabahah sebagai praktik transaksi:
- Klien dan lembaga menandatangani perjanjian keseluruhan dimana lembaga menjanjikan untuk menjual dan klien berjanji untuk membeli komoditas dengan rasio yang disepakati keuntungan yang ditambahkan ke biaya. Perjanjian ini dapat menentukan batas atas yang fasilitas dapat dicairkan.
- Ketika komoditas tertentu yang dibutuhkan oleh pelanggan, lembaga menunjuk klien sebagai agen untuk membeli komoditas atas namanya, dan perjanjian keagenan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
- Klien membeli komoditas atas nama lembaga dan mengambil kepemilikan sebagai agen lembaga.
- Klien menginformasikan lembaga yang telah membeli komoditas atas namanya, dan pada saat yang sama, membuat tawaran untuk membeli dari lembaga.
- Lembaga menerima tawaran itu dan penjualan disimpulkan dimana kepemilikan serta risiko komoditas tersebut dipindahkan ke klien.
Syarat untuk barang yang diperjualbelikan dipandang perlu untuk melakukan setiap penjualan adalah:
- Subyek dijual harus ada pada saat penjualan. Item yang belum datang menjadi ada tidak bisa dijual.
- Subyek dijual harus dimiliki oleh penjual pada saat penjualan.
- Subyek dijual harus dalam kepemilikan fisik atau konstruktif penjual ketika dia menjualnya ke orang lain.
D. Perbandingan penerapan akad murabahah dengan jual beli biasa
Cara terbaik untuk menggambarkan perbedaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar dibawah ini yaitu, untuk mengamati mekanisme kerja bank konvensional dan hubungannya dengan deposan dan peminjam, dan kemudian membandingkan ini dengan Murabahah keuangan di bank syariah.
E. Perbedaan pembiayaan murabahah dengan pembiayaan lain dalam Islam
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan model keuangan Islam. Dalam konteks ini kontrak dipecah menjadi dua kelompok.
F. Urgensi Pembiayaan Murabahah
Skim pembiayaan murabahah saat sangat menonjol pada lembaga keuangan syariah khususnya perbankan, karena murabahah berbobot 75% dari total pembiayaan yang dikeluarkan. Pembiayaan bank dengan sistem bagi hasil mempunyai risiko yang lebih besar dan menghadapi biaya evaluasi proyek yang berlebihan. Kekhawatiran lain adalah bahwa bank syariah secara signifikan memutar prinsip Murabahah. Bank syariah melakukan beberapa kegiatan atas dasar akad murabahah tapi pada praktiknya hal tersebut bertentangan dengan konsep murabahah yang ada dalam Islam misalnya, nilai waktu dari uang dan penegakan biaya penalti pada klien yang tidak mampu membayar.
Beberapa ulama bersikeras bahwa konsep Murabahah tidak harus dilaksanakan, karena para ulama menganggap konsep bunga dan murabahah itu sama praktiknya, menjadi wajah yang memalukan dari perbankan syariah. Pada praktinya, menurut ulama tidak lebih dari sebuah cara yang tidak jujur untuk menghindari pengasingan riba. Menurut ulama, sistem bagi hasil harus selalu diterapkan.
Masalah terkait adalah menjual dan membeli kembali kontrak (bai al inah) yang bentuk lain dari model pembelian dari konsep murabahah. Sejumlah pemikiran hukum klasik menganggap transaksi ini menjadi perangkat hanya dirancang untuk menghindari larangan riba. Pihak lain, misalnya Imam Syafi'i, menganggapnya sebagai kontrak jual beli yang sah, terlepas dari niat para pihak, yang pandangan Syafi'i tidak relevan. Malaysia telah memilih untuk mengikuti pendapat imam Syafi'i dan karena itu setuju untuk penerapan kontrak jual dan buy back.
Sementara itu Sharia'a Banding Bench dari Mahkamah Agung Pakistan mengutuk kontrak jual dan buy back, mengatakan itu adalah untuk '. . . membuat menyenangkan dari konsep asli 'dan mengklaim itu menjadi'. . . bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah '.
Belum ada tanggapan untuk "Murabahah Sebagai Model Keuangan Islam"
Posting Komentar